Ketika Christopher Columbus mendarat pertama kali tahun 1482 di Kepulauan Karibia, dia melihat upacara ritual suku Indian yang menghirup asap dari tumpukan daun tembakau lewat sebuah pipa. Mengisap asap tembakau, kala itu bagi orang Indian menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan. Konon, asap itu berkhasiat dan dapat memberi semangat.
Lalu kapan tembakau itu disulap menjadi cerutu (cigars)? Data pasti masih samar-samar. Sekitar tahun 1800-an di Kuba ada kegiatan masyarakat di Quelta Abajo yang membuat ”rokok” dari daun tembakau yang digulung, untuk dijadikan barang dagangan yang paling dicari. Dari sinilah cerutu berkembang hingga kini.
Kuba yang memulainya, dan sampai sekarang negara tersebut tak tergoyahkan sebagai negeri penghasil cerutu bermutu. Setelah Kuba yang menduduki papan atas, menyusul Dominika, Brasil, Meksiko, Equador, Jamaica, Kepuluan Canary, Filipina dan Amerika Serikat.
Sebenarnya Indonesia, sebagai salah satu penghasil tembakau, terwakili oleh Jember yang tembakaunya diekpor ke negara pembuat cerutu. Begitu pula tembakau Sumatera yang dipakai untuk wrapper. Indonesia sendiri juga membuat cerutu namun pasarnya belum mampu menembus dominasi Cuban cigars.
Apa nikmatnya bercerutu padahal aromanya keras dan sering mengganggu penciuman orang yang sensitif? Bagi yang kurang suka, mencium baunya saja bisa bikin pusing kepala. Apalagi sampai tersedot asapnya, boleh jadi dia bisa kelenger. Karena itu para penggemar cerutu jika ingin mengisapnya, cenderung mencari tempat yang nyaman dan tak mengganggu orang lain.
Di beberapa negara Asia, seperti Singapura atau Hong Kong klub-klub cerutu bertumbuh bak jamur di musim hujan. Begitu juga di Indonesia, terutama di Jakarta, Bandung, dan di Pulau Bali.
Khusus di Jakarta, para penggemar cerutu seperti dimanjakan dengan kehadiran lounge di beberapa hotel berbintang, seperti di Hotel Mandarin, Hotel Borobudur, Hotel JW Marriott dan di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Di sini mereka bisa kongkow-kongkow sembari bercerutu.
Lounge atau tempat khusus bercerutu, mulai ada sekitar tahun 2000-an. Sebelum ada ini, penggemar cerutu mendapatkannya dari luar negeri dan mencari tempat bercerutu juga susah, karena takut mengganggu orang lain. Tapi karena kini banyak lounge, mereka jadi suka ngumpul ke sana. Bercerutu di dalam ruangan khusus itu bisa sampai 5-6 orang. ”Bayangkan, tiap orang punya cerutu favorit masing-masing, mengisap bersama dan baunya bercampur. Di sinilah nikmatnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar